Masih segar dalam ingatan kita berita heboh tentang Putusan Sengketa Partai Poltik Nomor 520/Pdt.Sus.Parpol/2019/PN JKT.SEL yang diajukan Mulan Jameela Cs di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, yang isinya Majelis Hakim menyatakan dan memerintahkan Tergugat I dan Tergugat II, dalam hal ini DPP Gerindra dan KPU, menetapkan Mulan Jameela Cs sebagai anggota legislatif dari Partai Gerindra untuk daerah pemilihan masing-masing. (sumber: Putusan Nomor 520/Pdt.Sus.Parpol/2019/PN JKT.SEL, tanggal 26/8/2019).
Berdasarkan informasi yang dihimpun, diketahui Mulan Jameela dalam beberapa Minggu kemudian ditetapkan sebagai anggota legislatif terpilih menyingkirkan dua pesaingnya di Dapil Jabar XI yang memiliki perolehan suara lebih banyak dari Mulan Jameela. Belakangan diketahui alasan dua pesaingnya tersebut mengalami nasib ini adalah lantaran Majelis Kehormatan Partai Gerindra menyatakan pesaingnya tersebut telah melakukan pelanggaran kode etik, dengan dugaan kuat melakukan “money politik”.
Setali tiga uang, nasib yang sama dapat menimpa calon Anggota Legislatif Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) terpilih Nomor Urut 5 yang berasal dari Partai Gerindra dengan daerah pemilihan Provinsi Sumatera Utara (Sumut 1) meliputi Kota Medan, Kabupaten Deli Serdang, Kabupaten Serdang Bedagai, dan Kota Tebing Tinggi berinsial “MH” yang telah dilantik menjadi Anggota Dewan yang terhormat. “MH diduga kuat telah melakukan “money politik” dengan cara membagikan sejumlah uang kepada pemilih agar memilih dirinya,” sebut sumber berinsial “A” kepada media ini, beberapa waktu lalu.
Masih berasal dari “A” menyampaikan bahwa dirinya mengetahui dan memiliki sejumlah bukti money politik yang diduga telah dilakukan MH dan telah menyerahkannya kepada media ini. Menindaklanjuti hal tersebut, tim media yang dibentuk media ini telah melakukan penelusuran informasi serta bukti yang ada, dan mendapatkan temuan bahwa praktek politik uang yang diduga dilakukan MH adalah dengan cara memberikan sejumlah uang dengan bukti kuitansi pengeluaran uang yang mencapai Rp. 4.000.000.000,- kepada sejumlah tim yang ditunjuk dan menggerakkan sejumlah tim tersebut ke dareah pemilihan, agar uang tersebut dapat diberikan kepada masyarakat/pemilih dan mengarahkan untuk dapat mencoblos dirinya.
Hal ini tentunya tidak sejalan dengan garis komitmen Partai Gerindra yang sangat menjaga catatan kader atau anggota perwakilannya di DPR RI bebas dari kasus maupun praktek Korupsi. Terlebih lagi komitmen Ketua Umum DPP Partai Gerindra Prabowo Subianto yang kini menjabat Menhan, untuk memperkuat gerakan pemberantasan korupsi secara lebih sistematis bukanlah isapan jempol belaka. Hal ini dibuktikan dengan keputusan Majelis Kehormatan Partai Gerindra yang mencopot dua calon legislatif Dapil Jabar XI yang diduga melakukan praktek money politik.
Tim Media ini juga tengah berupaya untuk meminta klarifikasi terhadap DPP Partai Gerindra, Majelis Kehormatan Partai Gerindra, dan Ketua Umum Partai Gerindra sehubungan dengan temuan ini. Di samping sanksi pencopotoan sebagaimana dijelaskan di atas, sanksi pidana juga menanti bagi pelaku praktek money politik. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 pasal 515 yang mengatur sanksi tegas terhadap pelaku politik uang yang selanjutnya dikutip sebagai berikut:
“Setiap orang yang dengan sengaja pada saat pemungutan suara menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada pemilih supaya tidak menggunakan hak pilihnya atau memilih Peserta Pemilu tertentu atau menggunakan hak pilihnya dengan cara tertentu sehingga surat suaranya tidak sah, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp. 36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah)”. Tim Media – Jakarta